SPB 2016 [Preambule]

Tatkala perempuan di dunia Barat sudah sadar, sudah bergerak, sudah melawan, maka perempuan di dunia Timur masih saja diam-diam menderita pingitan dan penindasan dengan tiada protes sedikitpun juga. – Ir. Soekarno

Kini saatnya wanita bergerak. Bukan masalah Matriarchat ataupun Patriarchat yang dianut zaman. Bukan. Bukan lagi wanita harus menunggu sang kekasih meminangnya, yang ada hanya Siti Nurbaya yang keburu dipinang karena hutang. Bukan lagi zamannya laki-laki saja yang memikul pekerjaan, dan wanita yang mengolah makan. Suami juga pantas memasak, dan istri juga tidak hanya mengurus anak. Mari kita bergerak sedari dini dan tak usah ragu lagi.

Soekarno telah lama menyayangkan perbudakan wanita yang hanya bersembunyi di balik gordyn dapur ketika ada tamu. Atau anak perempuan yang rela dipingit untuk dinikahkan. Dan kini, sudah waktunya wanita sekalian bersatulah!

Dan karenanya aku adalah seorang perempuan, maka wajiblah bagiku untuk terdidik dan berpengalaman. Kusadari bahwa hidup sebagai wanita tak selesai begitu saja setelah melahirkan anak. Zaman menuntut segalanya, mereka yang lama akan tertinggal, mereka yang jatuh akan tersingkir, dan mereka yang menyerah akan kalah. Oleh karena itu, aku berjuang keras, sekalipun sempat bersusah hati melanjutkan pendidikan di jurusan yang sangat tidak kubayangkan sebelumnya. Dan satu lagi, aku harus memenuhi pengalaman hidup. Bukan untuk pelarian, tapi untuk kesempurnaan atas kekurangan yang belum kucapai.

Aku memulai pergerakanku di sini, perkumpulan yang namanya selalu menggelitik telingaku. “Sekolah Penerus Bangsa”. Tak kusangka hanya berawal dari ‘mengikuti alur’ sehingga kuterbawa arus. Namun, komitmen yang kupegang sampai sekarang (masih) teguh. “Apapun itu kegiatannya, kuliah tetaplah amanah orang tua”. Kusadari bahwa sebaik apapun softskill, pengalaman, dan atau apapun itu, Indonesia tetaplah negeri sarat ijazah. Yang tanpa tulisan di atasnya, semua keahlianmu akan percuma. Hal inilah yang masih membuatku sedikit terombang-ambing dan tidak tergerus arus begitu saja.

Grand  Opening Sekolah Penerus Bangsa telah dilaksanakan. GO berlangsung selama 3 hari di Korem Warastratama 074 Surakarta. Dan aku mengikutinya dengan istiqomah. Seberapapun sulitnya berpikir dengan ratusan orang, aku tetap pada niatku yakni bergerak dan berteman. Menjaring kawan dan pengalaman. Sederhana memang, sangat lebih sederhana dibanding kawan seperjuanganku yang lain. Yang menggebu-gebu, berkobar di kalbu, perihal semangat dan nafsu. Aku? Di sini marilah simak perjalanan mengerikan hihi.

Baru kusadari, bahwa bergerak tidak semudah melipat jari tangan, menekuk kaki, atau menggelengkan kepala. Bergerak bisa jadi bukti, bahwa kita sempat berubah. Berubah tempat, berubah waktu, berubah cara berpikir, berubah yang lain. Silakan interprestasikan sendiri. Dan di sinilah aku benar-benar dituntut bergerak melawan waktu, menembus angin, dan menerjang hujan. Kami, siswa SPB memulai GO dengan pembukaan di depan Ged. Rektorat UNS. Kemudian menunggu bus untuk mencapai tempat GO di Korem. Selepas itu, kami makan dan mendapatkan materi. Berbagai kegiatan sarat manfaat kami dapatkan di sini. Dan di sini, sudah kudapatkan dua visiku dalam mengikuti acara ini. Berteman dan berpengalaman. Namun, ini baru saja pembukaan. Sehingga, masih ada banyak sekali tantangan, rintangan, atau halangan yang sudah mengantre di depan.

GO mengajarkanku bahwa bergerak memang sulit. Tapi lebih menyakitkan lagi ketika kita menjadi apatis. Masih ada 5 minggu menuju kelulusan SPB, dan masih selama itu akan kutemui pergerakan lain yang kemudian akan muncul teman dan pengalaman baru dan tujuan-tujuan lain yang kudapat di tengah jalan.

GO memberiku peluang untuk membuka mata, membuka pikiran, dan mengerti di mana aku berada, dengan kondisi apa sekarang aku hidup, dan bagaimana seorang Mahasiswa bersikap terhadap beban yang ia pikul dan apa arti ‘pengabdian’. Kutemui juga mahasiswa-mahasiswa yang (masih) peduli dalam bidangnya, pada pengetahuannya soal negeri ini dan problemanya. Kutemui pikiran-pikiran mengerikan dan hebat. Di sini, aku benar-benar merasa betapa berharganya menjadi secuil bagian dari mereka.

Kurasa yang paling bisa membuka sanubariku ialah kegiatan survey pasar. Yang begitu banyak kutemui macam manusia dengan kegiatannya di pasar. Masalahnya, senyumnya, dan kerja kerasnya demi isi perut dan generasinya. Dari itu, kuingat Ibuku yang sedang berjuang mengabdi pada negara, menghidupiku, dan beribadah untuk dirinya. Lalu kuingat Ayahku yang tak lekang mengingat Tuhan, dan diriku yang memikul beban berat. Negara dan cita-citanya. Dan ketika aku menyerah, ini belumlah seberapa. Dan saat aku kalah, bahkan ini baru saja sebuah pembukaan.

Yaps, sedikit ceritaku soal GO SPB kemarin. Yang spektakuler uyeaaah. Yaa untuk penutup kuberi kutipan favoritku dari GO SPB kemarin.

“Pemimpin yang baik itu bukanlah pemimpin yang menghasilkan pengikut dan pengagum. Tetapi pemimpin yang baik ialah mereka yang berhasil melahirkan generasi pemimpin yang lebih baik dari dirinya” – Wapres BEM UNS 2016

Tinggalkan komentar